Di Indonesia dikenal beberapa
tingkatan kesadaran manusia. Diurutkan dari bawah yakni;
- Jasad,
- Akal-budi,
- Nafsu,
- Roh,
- Rasa (indera ke-enam),
- Cahya, dan
- Atma.
Dilihat dari tingkat
kesadaran ini manusia dibedakan ke dalam dua kelompok: yakni orang awam
dan orang pilihan.
Orang Awam (kesadaran lahiriah)
Untuk menunjuk
tingkat kesadaran seseorang yang mencapai taraf kesadaran jasad, akal-budi dan
nafsu. Dalam tataran ini seseorang masih dapat memahami nilai sopan santun,
kearifan dan kawicaksanan. Namun seseorang belum sampai pada menyaksikan
langsung melainkan pengetahuannya
hanya berdasarkan ajaran yang tertulis atau referensi
dan dari mulut ke mulut serta yang tak tertulis namun masih dapat disaksikan
melalui panca indera jasad, misalnya berbagai macam fenomena atau gejala alam.
Kesadaran yang melibatkan unsur cipta, rasa, karsa. Namun ketiganya bukanlah
pengalaman batin sendiri.
Orang Pilihan (kesadaran batiniah)
Orang Pilihan (kesadaran batiniah)
Untuk memilah
seseorang yang telah mencapai kesadaran batin yang meliputi kesadaran jiwa atau
kesadaran roh, kesadaran rasa sejati, kesadaran cahya dan kesadaran atma.
Tataran kesadaran ini lazim disebut orang yang berbudi-pekerti luhur, lazim
pula disebut orang yang memiliki tingkat spiritual tinggi. Semakin tinggi
spiritualitas seseorang berarti tingkat kesadarannya semakin tinggi pula.
Disebut juga sebagai orang yang telah mencapai kesadaran spiritual yang tinggi.
Dalam agama Budda
kurang lebih sepadan dengan orang yang menggapai hakikat Nirvana sedangkan
dalam terminologi Latin sebagai Imago Dei, sementara istilah mistis Arab
disebut sajjaratul makrifat yakni orang-orang yang wahdatul wujud. Kesadaran
seseorang pada tataran ini dalam memahami hakekat setan, surga dan neraka tidak
sama pada umumnya dengan orang biasa. Bagi orang pilihan ia akan berani mati di dalam hidup.
Artinya nafsu keduniawian atau nafsu jasadiah dimatikan sedangkan yang hidup
adalah rasa sejati.
Berkaitan dengan tingkat kesadaran ini maka kita bisa memilah manusia menjadi tiga Tipe Orang Pilihan yakni:
Tipe Kosmologis
Orang pilihan tipe kosmos mencapai high consciuousness dengan cara membebaskan diri dari belenggu alam empiris materiil. Tindakan pembebasan dari belenggu alam empiris materiil menuju pada eksistensi transenden. Dalam keadaan ini kesadaran seseorang meningkat dari kesadaran diri materiil, menjadi kesatuan mutlak sebagai bentuk kesadaran rahsa sejati yakni pemahaman akan kebenaran sejati pada kehidupan ini. Batin kita akan menjadi batin patipurna; batin yang bebas dari polusi, halusinasi dan imajinasi jasad (akal-budi) semata.
Tipe Etis
Orang pilihan tipe etis telah mampu mengharmonisasikan antara batin dengan perbuatannya.
Tipe Teologis
Tipe ini banyak kemiripan dengan tipe kosmologis hanya saja terdapat perbedaan mendasar dengan adanya istilah-istilah yang berasal dari kitab suci atau ajaran nabi. Pada tipe kosmologis terbuka untuk diperdebatkan secara rasional sebagaimana tradisi adat istiadat. Sedangkan tipe teologis sangat tertutup bagai monumen sejarah. Sikap kritis sering dianggap menentang, melecehkan dan sesat. Terkesan tipe teologis hanya membutuhkan keyakinan saja. Dari rasa yakin lalu menjadi percaya. Penilaian terhadap kesadaran intuitif manusia, kadang diasumsikan sangat berbahaya mudah tergelincir oleh bisikan setan. Resikonya agama akan mengalami stagnansi bagai monumen sejarah yang untouchable makin lama kian lapuk dan ditinggalkan manusia ultramodern. Tradisi ilmiah beberapa filsuf, sejarawan, antropologi, sosiologi, arkeologi, memandang agama sebagai tipe kesadaran kosmologis manusia masa lampau, yang telah dilembagakan sebagai sistem religi masyarakat tertentu. Dan sistem religi ini dalam perspektif psikologi sosial merupakan bentuk kesadaran relative obyektif sesuai dengan sistem sosial budaya masyarakat di mana suatu agama dahulu dilembagakan.
Tipe ini banyak kemiripan dengan tipe kosmologis hanya saja terdapat perbedaan mendasar dengan adanya istilah-istilah yang berasal dari kitab suci atau ajaran nabi. Pada tipe kosmologis terbuka untuk diperdebatkan secara rasional sebagaimana tradisi adat istiadat. Sedangkan tipe teologis sangat tertutup bagai monumen sejarah. Sikap kritis sering dianggap menentang, melecehkan dan sesat. Terkesan tipe teologis hanya membutuhkan keyakinan saja. Dari rasa yakin lalu menjadi percaya. Penilaian terhadap kesadaran intuitif manusia, kadang diasumsikan sangat berbahaya mudah tergelincir oleh bisikan setan. Resikonya agama akan mengalami stagnansi bagai monumen sejarah yang untouchable makin lama kian lapuk dan ditinggalkan manusia ultramodern. Tradisi ilmiah beberapa filsuf, sejarawan, antropologi, sosiologi, arkeologi, memandang agama sebagai tipe kesadaran kosmologis manusia masa lampau, yang telah dilembagakan sebagai sistem religi masyarakat tertentu. Dan sistem religi ini dalam perspektif psikologi sosial merupakan bentuk kesadaran relative obyektif sesuai dengan sistem sosial budaya masyarakat di mana suatu agama dahulu dilembagakan.
0 komentar:
Posting Komentar