Beautiful Disaster

.....................................

Wonderful Pain

lovelovelove

Love

.....................................

Love

.....................................

Selasa, 10 Juli 2012

KESADARAN DIRI

Alur penalaran logis menganggap bahwa awal dari ke-ada-an segala sesuatu adalah ketiadaan. Kata filsuf ke-tiada-an itu ada yang tiada. Kalimat tersebut sebagai premis mayor mengawali isi fikiran para filsuf kuno sebagai tahap awal prestasi kesadaran akal-budinya dalam memahami hukum alam yang universal ini.
Namun benarkah demikian ke-ada-an yang sesungguhnya? Atau jangan-jangan hakekat ketiadaan adalah hanya semata karena ketidaksadaran manusia saja? Saya pribadi enggan meletakkan justifikasi pada ke-tiada-an. Sebaliknya lebih senang memilih hipotesis kedua yakni bukan ke-tiada-an lah sesungguhnya yang ada, namun ketidaksadaran manusia.
Dengan asumsi bahwa sulitnya mengetahui rumus kebenaran sejati yang tersimpan rapat dalam relung jagad raya bagaikan sulitnya menelusuri alam kegaiban, yang membutuhkan pengerahan indera batin (ke-enam). Lebih sulit lagi karena kebanyakan manusia gagal mereduksi hegemoni panca indera (jasad). Jika demikian halnya manusia layak mengibarkan “bendera putih” sebagai sikap menyerah atas segala keterbatasan kemampuannya. Lantas kesadaran semu dengan buru-buru mengambil keputusan meyakinkan adalah dengan tabu mengutak-atik ranah gaib karena ia  hanya membutuhkan keyakinan saja.
Dalam kesadaran “semu” ini menjadi sangat bermanfaat kita mengumpulkan pengalaman dan pengetahuan orang perorang yang beragam agar menjadi satu kesatuan ilmu untuk menggugah kesadaran manusia. Dibutuhkan sikap membuka diri agar kesadaran semakin meningkat. Pada tataran kesadaran tertentu seseorang akan sampai pada pemahaman bahwa: “kebenaran sejati ibarat cermin yang pecah berantakan, sedangkan kesadaran akal budi, kepercayaan, ajaran, sistem religi, kebudayaan, tradisi merupakan satu di antara serpihan cermin itu”.

DEFINISI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh permpinnya. Dalam hal ini bukan pengendalian atau manipulasi atas orang lain melainkan penyerahan otoritas orang lain dengan rela kepada pemimpin mereka.
Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kapasitas untuk mempengaruhi orang lain melalui inspirasi yang dimotivasi oleh suatu hasrat, dibangkitkan oleh suatu visi, dihasilkan oleh suatu keyakinan, dinyalakan oleh suatu tujuan.
Keinginan untuk memiliki pengaruh atau bahkan keinginan memegang kendali atas kehidupan kita menjelaskan banyak hal di kehidupan kita. Sebagai contoh, seorang remaja laki-laki memegang senjata api, masuk ke sebuah toko dan berkata: “Semua tiarap di lantai!” Andaikan saja remaja itu berusia 13 (tiga belas) tahun dengan tinggi badan 1,50 meter dan ada seorang petugas keamanan berusia 34 (tiga puluh empat) tahun dengan tinggi 1,80 meter di sana. Kita tahu, secara fisik petugas keamanan tersebut lebih kuat darinya. Tetapi karena remaja laki-laki memegang senjata berbahaya yang mengancam nyawa maka petugas keamanan tersebut menuruti perintahnya.
Kisah di atas menggiring kita pada sebuah definisi popular dari kepemimpinan yakni “Kepemimpinan adalah Pengaruh”. Walaupun kenyataannya bahwa kepemimpinan sebenarnya melibatkan berbagai komponen pengaruh. Sedangkan remaja laki-laki di atas mempengaruhi kita untuk melakukan tindakan tertentu melalui kekuatan dan intimidasinya.
Mempengaruhi orang lain dengan menggunakan ancaman dan kekerasan bukanlah kepemimpinan sejati melainkan penindasan, manipulasi dan kediktatoran. Nero, Adolf Hitler dan Muammar al-Qaddafi adalah contoh orang-orang berpengaruh namun mereka bukan pemimpin dalam arti sebenarnya.
PeterF. Drucker, salah seorang pemikir dan pakar terkenal tentang topik kepemimpinan dan manajemen, menyatakan:
“Mungkin saja ada orang-orang yang dilahirkan sebagai pemimpin, tetapi pasti terlalu sedikit untuk bisa bergantung pada mereka”.