Selasa, 17 Desember 2013

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL - makalah


A.    PENGERTIAN
1.      Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka BPJS merupakan sebuah lembaga hukum nirlaba untuk perlindungan sosial dalam menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. BPJS sendiri terdiri dari dua bentuk yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT ASKES, dana tabungan dan asuransi pegawai negeri PT TASPEN, Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia PT ASABRI dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT JAMSOSTEK. Transformasi PT Askes serta PT JAMSOSTEK menjadi BPJS yang akan dilakukan secara bertahap. Pada tanggal 01 Januari 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada tahun 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
2.      Jaminan Pelayanan Kesehatan
Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta bisa memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah yang diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas.
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan pemelihara kesehatan adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program jaminan pemelihara kesehatan akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Manfaat jaminan pemelihara kesehatan bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.

B.     TRANSFORMASI BPJS
Transformasi menjadi kosa kata penting sejak tujuh tahun terakhir di Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya UU SJSN pada 19 Oktober 2004. Transformasi akan menghadirkan identitas baru dalam penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia. 
UU BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.  BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.  BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
Empat BUMN Persero penyelenggara program jaminan social, yakni: PT ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero), dan PT TASPEN (Persero) akan bertransformasi menjadi BPJS.  UU BPJS telah menetapkan PT ASKES (Persero) untuk bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan PT JAMSOSTEK akan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan. UU BPJS belum mengatur mekanisme transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) dan mendelegasikan pengaturannya ke Peraturan Pemerintah.

C.    MAKNA TRANSFORMASI
UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata ‘transformasi’ sebagai perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial, menjadi BPJS.  Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik badan penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian atas perubahan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial.  Perubahan karakteristik berarti perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan budaya organisasi.
a.      Perubahan Filosofi Penyelenggaraan Jaminan Sosial
BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial terdiri dari PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN.  Keempatnya adalah badan hukum privat yang dirikan sesuai ketentuan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan tatakelolanya tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Misi yang dilaksanakan oleh keempat Persero tersebut merujuk pada peraturan perundangan yang mengatur program-program jaminan sosial bagi berbagai kelompok pekerja.  Walaupun program-program jaminan sosial yang tengah berlangsung saat ini diatur dalam peraturan perundangan yang berlainan, keempat Persero mengemban misi yang sama, yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menggairahkan semangat kerja para pekerja. 
Program JAMSOSTEK diselenggarakan dengan pertimbangan selain untuk memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga kerja.  Program JAMSOSTEK diselenggarakan untuk memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
Begitu pula dengan Program ASKES dan Program TASPEN, penyelenggaraan kedua program jaminan sosial bagi pegawai negeri sipil adalah insentif yang bertujuan untuk meningkatkan kegairahan bekerja.  Program ASABRI adalah bagian dari hak prajurit dan anggota POLRI atas penghasilan yang layak.
Sebaliknya di era SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merepresentasikan Negara dalam mewujudkan hak konstitusional warga Negara atas jaminan sosial dan hak atas pengidupan yang layak.  Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis kepada hak konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tanggung jawab Negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2).  Penyelenggaraan sistem jaminan sosial berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan martabat manusia.  BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk terpenuhinya kehidupan dasar warga Negara dengan layak. Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk memenuhi prinsip dana amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana dana yang dikumpulkan oleh BPJS adalah dana amanat peserta yang dikelola oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peserta.
Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan tidak sesuai dengan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial pasca amandemen UUD NRI 1945.  Pendirian BUMN Persero antara lain bertujuan untuk memberikan sumbangan pada perekonomian nasional dan pendapatan negara serta untuk mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan pendirian BUMN jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional sebagaiman diuraikan di atas. 
b.      Perubahan Badan Hukum
Keempat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial – PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, adalah empat badan privat yang terdiri dari persekutuan modal dan bertanggung jawab kepada pemegang saham.  Keempatnya bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh dan sesuai dengan keputusan pemilik saham yang tergabung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh penguasa Negara dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, didaftarkan pada notaris dan diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menteri mendirikan persero setelah berkonsultasi dengan Presiden dan setelah dikaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. 
Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa Negara dengan Undang-undang, yaitu UU SJSN dan UU BPJS.  Pendirian BPJS tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah.
RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris. Transformasi kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan badan penyelenggara jaminan sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan badan hukum publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan.
Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan penyelenggara.  Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak dikenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS. 
Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS, sedangkan Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.  Berbeda dengan Dewan Pengawas BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh Presiden.  Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh Presiden dan DPR.  Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pemerintah, sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja dan unsur tokoh masyarakat.
Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut tidak memiliki kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan penyelenggara jaminan sosial.  Hambatan utama yang dialami oleh keempat BUMN Persero adalah ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan untuk mengatur, mengawasi maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta.  Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat peraturan-peraturan yang mengikat publik.
Sebagai badan hukum publik, BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang diwakili oleh Presiden.  BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN, paling lambat  30 Juni tahun berikutnya.
Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi badan penyelenggara jaminan sosial adalah perubahan budaya organisasi.  Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan penyelenggara.  Pasal 40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS.  Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang tidak merupakan aset BPJS.

Karakteristik BPJS sebagai badan hukum publik
BPJS merupakan badan hukum publik karena memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS)
  2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS)
  3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (Pasal 48 ayat (3) UU BPJS)
  4. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS)
  5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS)
  6. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS)
  7. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f UU BPJS).
  8. Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30 UU BPJS).

D.    PROSES TRANSFORMASI
UU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran BUMN Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero).  Pembubaran kedua Persero tersebut tidak perlu diikuti dengan likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 
a.      Transformasi PT ASKES (Persero) Menjadi BPJS Kesehatan
Masa persiapan transformasi PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013.  Dalam masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan.
Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup:
1)      Penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan
2)      Sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan
3)      Penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN.
4)      Koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengalihkan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
5)      Kordinasi dengan KemHan, TNI dan POLRI untuk mengalihkan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan,TNI/POLRI.
6)      Koordinasi dengan PT Jamsostek (Persero) untuk mengalihkan penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek.

Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi  pada 1 Januari 2014, PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi.  Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.
Pada saat yang sama, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit kantor akuntan publik.  Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kes dan laporan keuangan pembuka dana jaminan kesehatan.  Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi.
Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS Kesehatan. Kementerian kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas.  Kementerian Pertahanan, TNI dan POLRI tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah.  PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pekerja.
           b.      Transformasi PT JAMSOSTEK (Persero) Menjadi BPJS Ketenagakerjaan
Berbeda dengan transformasi PT ASKES (Persero), transformasi PT Jamsostek dilakukan dalam dua tahap.
1)      Tahap pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013.  Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. 
2)      Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015. 

Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) ditugasi untuk menyiapkan:
1)      Pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan
2)      Pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan.
3)      Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta sosialisasi program kepada publik.
4)      Pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.

Seperti halnya pembubaran PT ASKES (Persero),  pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan.  Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan.  Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan.
Pada saat pembubaran, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik.  Menteri Keuangan mengesahkan posissi laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan.
Sejak 1 Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru.  Penyelenggaraan ketiga program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3  Tahun 1992 tentang Jamsostek.
Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan ketentuan UU SJSN.  Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.  BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI.
Untuk pertama kali, Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) menjadi aggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi. Ketentuan ini berpotensi menimbulkan kekosongan pimpinan dan pengawas BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi, mulai saat pembubaran PT JAMSOSTEK pada 1 Januari 2014 hingga beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015. 
             c.   Transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) Menjadi BPJS                                 Ketenagakerjaan
UU BPJS tidak membubarkan PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero), juga tidak mengalihkan kedua Persero tersebut menjadi BPJS.  UU BPJS tidak mengatur pembubaran badan, pengalihan asset dan liabilitas, pengalihan pegawai serta hak dan kewajiban PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero). 
UU BPJS hanya mengalihkan fungsi kedua Persero, yaitu penyelenggaraan program perlindungan hari tua dan pembayaran pensiun yang diselenggarakan oleh keduanya ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada tahun 2029.  UU BPJS mendelegasikan pengaturan tatacara pengalihan program yang diselenggarkan oleh keduanya ke Peraturan Pemerintah.

E.     KEPESERTAAN
Terhitung sekitar 116.122.065 jiwa penduduk  otomatis menjadi BPJS, namun Pemerintah menargetkan 140 juta peserta pada tahap awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional kesehatan beroperasi, antara lain untuk 86,4 juta jiwa untuk peserta Jamkesmas, 11 juta jiwa untuk peserta Jamkesda, 16 juta jiwa untuk peserta Askes, 7 juta jiwa untuk peserta Jamsostek dan 1,2 juta jiwa untuk peserta dari unsure Polri dan TNI. Sedangkan untuk penjaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia ditargetkan rampung pada 1 Januari 2019.
Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional terbagi menjadi dua, yaitu kelompok peserta baru dan pengalihan dari program terdahulu, yaitu Asuransi Kesehatan, Jaminan Kesehatan Masyarakat, Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan peserta Bukan PBI.
Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang preminya akan dibayar oleh pemerintah. Sedangkan yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran).
Dua kelompok selain kelompok pengalihan dan PBI memiliki prosedur pendaftaran masing-masing. Berikut tata cara pendaftaran pekerja penerima upah non-pegawai pemerintah:
  1. Perusahaan mendaftar ke BPJS Kesehatan.
  2. BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan memberikan informasi tentangvirtual account untuk perusahaan (di mana satu virtual account berlaku untuk satu perusahaan).
  3. Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.
  4. Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan.
  5. BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada perusahaan.
Berikut tata cara pendataran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja:
  1. Calon peserta melakukan pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan mengisi formulir daftar isian peserta dan menunjukkan kartu identitas (KTP, SIM, KK atau paspor).
  2. BPJS Kesehatan memberikan informasi tentang virtual account calon peserta. Virtual accountberlaku untuk masing-masing individu calon peserta. Kemudian calon peserta melakukan pembayaran ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.
  3. Peserta melakukan konfirmasi pembayaran iuran pertama ke BPJS Kesehatan.
  4. BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada peserta.

Peserta pengalihan program terdahulu juga akan mendapatkan kartu BPJS Kesehatan. Namun, bila peserta tidak membawa kartu BPJS ketika berobat, maka bisa menggunakan kartu yang lama,. Rinciannya, anggota TNI/POLRI dapat memperlihatkan Kartu Tanda Anggota atau Nomor Register Pokok dan mantan peserta Jamsostek bisa menggunakan kartu JPK Jamsostek. Begitu juga dengan mantan peserta Askes dan Jamkesmas, sepanjang data peserta tersebut terdaftar di master file kepesertaan BPJS Kesehatan.
Semua warga yang mendapat jaminan kesehatan BPJS terbagi ke dalam dua kelompok seperti yang telah dibahas di atas, yaitu:
1.      PBI Jaminan Kesehatan
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan kepada fakir miskin dan orang cacat total sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN yang iurannya dibayar oleh pemerintah.
Berikut ini beberapa criteria peserta PBI Jaminan Kesehatan dari pemerintah menurut BPS:
a)      Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang
b)      Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
c)      Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
d)     Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
e)      Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
f)       Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
g)      Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
h)      Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
i)        Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
j)        Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
k)      Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
l)        Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.
m)    Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
n)      Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
2.      Bukan PBI Jaminan Kesehatan
Peserta Bukan PBI Kesehatan terdiri atas:
a)      Pekerja penerima upah beserta anggota keluarganya.
Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima upah atau gaji.
Ø  PNS
Ø  Anggota POLRI dan TNI
Ø  Pegawai swasta
Ø  Pegawai pemerintan non-pegawai negeri
b)      Pekerja bukan penerima upah beserta anggota keluarganya.
Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atas resiko sendiri.
Ø  Pekerja diluar hubungan kerja atau outsourcing
c)      Bukan pekerja beserta anggota keluarganya.
Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja namun mampu membayar iuran jaminan kesehatan. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meliputi:
Ø  Investor
Ø  Pensiunan
Ø  Pengusaha
Sementara itu, jumlah peserta anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang. Peserta atau anggota keluarga yang dimaksudkan di atas meliputi:
1)      Suami atau istri sah,
2)      Anak kandung atau anak tiri atau anak angkat yang memenuhi kriteria berupa:
a)      Belum menikah
b)      Tidak memiliki penghasilan sendiri
c)      Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih dalam pendidikan formal

F.     JALUR PENDAFTARAN
Setelah konfirmasi pembayaran, perusahaan akan mendapatkan kartu BPJS Kesehatan untuk karyawannya. Sedangkan bagi pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (wiraswasta, investor, petani, nelayan, pedagang keliling, dan lainnya) mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan dengan tata cara mengisi formulir daftar isian peserta dengan menunjukkan salah satu kartu identitas, seperti KTP, SIM, KK, atau paspor.
Saat ini PT Askes (Persero) memiliki 105 kantor operasional kabupaten yang tersebar di 12 divisi regional. Masyarakat juga bisa menghubungi call center di 500400 bila kebingungan terkait mekanisme pendaftaran atau penggunaan JKN 2014. Bagi pengguna akses internet dan mobile bisa mengakses informasi di www.bpjs-kesehatan.go.id. Masyarakat juga bisa mendatangi BPJS Center atau posko BPJS 24 jam, yang tersedia di kantor perwakilan dan divisi regional.
Berikut tempat pendaftaran kepesertaan BPJS tingkat pusat dan Prop. Sulawesi Selatan:

KANTOR PUSAT
JL. Let.Jend. Suprapto
Cempaka Putih Kotak Pos 1391/JKT
Telp: 4212938
Fax. 4212940

MAKASSAR
Jl. Andi Pangerang Pettarani No. 78 (Lt. 1)
Kotak Pos 1315 – Makassar 90013
Telp: (0411) 456057, 432804
Fax: (0411) 432804
Hotline Service: 0812 4115 771

G.    IURAN
Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan.
Terkait dengan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional yang akan berlaku per 1 Januari 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Desember 2013 lalu telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres ini menekankan:
a.       Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh pemerintah,
b.      Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dibayar oleh pemerintah daerah sebesar Rp 19.225,
c.       Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah
Ø  terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta, sedangkan
Ø  bukan pegawai pemerintah adalah 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh peserta.
d.      Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan terdiri atas Rp 25.500 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di Kelas III, Rp 42.5000 untuk ruang perawatan Kelas II dan Rp 59.500 untuk ruang perawatan Kelas I.

Pemberi pekerja wajib membayar lunas iuran jaminan kesehatan seluruh peserta yang menjadi tanggungjawabnya pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Namun apabila terlambat membayar iuran tersebut maka akan dikenakan sanksi adminitratif sebesar 2% perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan.
Besaran Iuran Jaminan Kesehatan ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden sesuai dengan pasal 16I Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013.

H.    MANFAAT
Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana yang dimaksudkan di atas terdiri dari manfaat medis yang tidak terikat pada besaran iuran dan manfaat non-medis yang meliputi manfaat okomodasi (dibedakan berdasarkan skala besaran iuran) dan ambulans (diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan tertentu)
Mengingat setandar kesehatan akan membaik jika dilakukan dengan cara pencegahan maka manfaat BPJS dari segi Promosi dan Preventif akan memberikan pelayanan yang meliputi:
1.      Penyuluhan kesehatan perorangan
Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolahan faktor resiko penyakit dan PHBS.
2.      Imunisasi dasar
Pelayanani imunisasi dasar meliputi:
a)      Vaksin Baccile Calmett Guerin (BCG)
b)      Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)
c)      Vaksin Hepatitis-B
d)     Vaksin Polio, dan
e)      Vaksin Campak
3.      Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan KB yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi dimana BPJS akan bekerjasama dengan lembaga terkait.
4.      Skrining kesehatan
Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari resiko penyakit tertentu.

I.       PELAYANAN KESEHATAN YANG DIJAMIN
1.   Pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan kesehatan non-spesifikasi:
a)   Administrasi pelayanan
b)   Pelayanan promitif dan preventif
c)   Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d)  Tindakan medis non-spesialistik baik operatif manupun non-operatif
e)   Transfusi darah
f)    Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan
g)   Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
2.   Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yaitu pelayanan kesehatan yang mencakup:
Program jaminan pemelihara kesehatan memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang Program Pelayanan Kesehatan dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut:
a.      Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau Dokter praktek solo
b.      Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan) adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis
c.       Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit
d.      Pelayanan Persalinan adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau  istri tenaga kerja peserta program jaminan pemelihara kesehatan maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).
e.       Pelayanan Khusus adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh
f.        Emergensi merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.

J.      PELAYANAN KESEHATAN YANG TIDAK DIJAMIN
  1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
  2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (kecuali untu kasus gawat darurat).
  3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja.
  4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.
  5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
  6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau kosmetik.
  7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan).
  8. Pelayanan ortodonsi (meratakan gigi).
  9. Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat terlarang dan/atau alkohol.
  10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang berbahaya.
  11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional.
  12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimentasi.
  13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu.
  14. Perbekalan kesehatan rumah tangga.
  15. Pelayanan kesehatan akibat bencana dan wabah.

K.    FASILITAS KESEHATAN
Fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
Pertama kali setiap peserta terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dinas kesehatan tingkat kabupaten atau kota setempat. Setelah rekomendasi diterbitkan, maka dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan selanjutnya peserta berhak memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diinginkan. Namun jika peserta membutuhkan pelayanan tingkat lanjutan maka fasilitas kesehatan tingkat pertama  harus merujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan terdekat. Fasilitas kesehatan juga wajib menjamin peserta yang dirawat inap mendapatkan obat dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis.
Peserta BPJS Kesehatan yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di semua fasilitas kesehatan baik yang sudah bekerja sama atau belum dengan BPJS Kesehatan. Dan jika peserta menerima pelayanan di fasilitas yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya sudah teratasi dan dalam kondisi siap dipindahkan.

L.     KOMPENSASI
Jika di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis maka BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi. Kompensasi yang dimaksud berupa biaya transportasi bagi pasien, seorang pendamping dari pihak keluarga dan tenaga kesehatan sesuai indikasi medis.
Namun apabila peserta belum juga puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan atau BPJS Kesehatan. Atau dapat langsung datang ke posko BPJS di kota dan desa. Ada juga hotline servis BPJS di nomor kontak 500-400.

M.   PELAYANAN BPJS KESEHATAN SULAWESI SELATAN
Tepat 1 Januari 2014, sedikitnya 664.469 warga Kota Makassar resmi mendapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dari jumlah itu, tercatat 310.339 jiwa warga kategori kurang mampu. Mereka adalah warga yang selama ini berobat dengan kartu Jamkesmas.
Di Makassar, klien Jamkesmas sekitar 22,95 persen dari total penduduk 1.352.136. Sedangkan pemegang Askes Sosial 239.737 jiwa (17,73 persen), Jamsostek 71.506 jiwa (5.29 persen), serta Askes Komersil TNI/Polri  42.887 jiwa (3,17 persen).
Namun, masih ada lebih separuh penduduk kota belum bisa menikmati JKN melalui BPJS. Sebanyak 687.667 jiwa atau sekira 50,86 persen warga Makassar yang selama ini menjadi pemegang kartu Jamkesda, masih tetap akan berobat menggunakan dana kesehatan gratis dari Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar.

N.    KENDALI MUTU DAN BIAYA
Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan yang berorientasi kepada aspek keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efesiensi biaya.
Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh yang meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan serta pemantauan terhadap iuran kesehatan peserta.
Dan dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya maka Menteri Kesehatan bertanggungjawab untuk melakukan penilaian teknologi kesehatan (Health Technology Assessment), pertimbangan klinis (Clinical Advisory) dan manfaat jaminan kesehatan, perhitungan standar tarif, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan.