A.
PENGERTIAN
1.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial maka BPJS merupakan sebuah
lembaga hukum nirlaba
untuk perlindungan sosial dalam menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan
sosial di Indonesia. BPJS sendiri terdiri dari dua bentuk
yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah
lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan
kesehatan PT ASKES,
dana tabungan dan asuransi pegawai negeri
PT TASPEN, Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia PT ASABRI dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT JAMSOSTEK. Transformasi
PT Askes serta PT JAMSOSTEK
menjadi BPJS yang akan dilakukan
secara bertahap. Pada tanggal
01 Januari 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya
pada tahun 2015 giliran PT
Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
2.
Jaminan Pelayanan Kesehatan
Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta bisa memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada
setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah
yang diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas.
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan pemelihara
kesehatan adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan
keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di
klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ
tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang
telah mengikuti program jaminan pemelihara kesehatan akan diberikan KPK (Kartu
Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Manfaat jaminan pemelihara kesehatan bagi perusahaan yakni
perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam
bekerja sehingga lebih produktif.
B.
TRANSFORMASI
BPJS
Transformasi menjadi kosa kata penting sejak tujuh tahun
terakhir di Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya UU SJSN pada 19 Oktober
2004. Transformasi akan menghadirkan identitas baru dalam penyelenggaraan
program jaminan sosial di Indonesia.
UU BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS), BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia
termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi
seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
Empat BUMN Persero penyelenggara program jaminan social,
yakni: PT ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero), dan PT
TASPEN (Persero) akan bertransformasi menjadi BPJS. UU BPJS telah
menetapkan PT ASKES (Persero) untuk bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan
PT JAMSOSTEK akan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan. UU BPJS belum
mengatur mekanisme transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) dan
mendelegasikan pengaturannya ke Peraturan Pemerintah.
C. MAKNA TRANSFORMASI
UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata ‘transformasi’ sebagai
perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial,
menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik badan
penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian atas perubahan filosofi
penyelenggaraan program jaminan sosial. Perubahan karakteristik berarti
perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan
kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi,
prosedur kerja dan budaya organisasi.
a.
Perubahan
Filosofi Penyelenggaraan Jaminan Sosial
BUMN
Persero penyelenggara jaminan sosial terdiri dari PT ASKES, PT ASABRI, PT
JAMSOSTEK, PT TASPEN. Keempatnya adalah badan hukum privat yang dirikan
sesuai ketentuan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan tatakelolanya tunduk
pada ketentuan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
Misi yang
dilaksanakan oleh keempat Persero tersebut merujuk pada peraturan perundangan
yang mengatur program-program jaminan sosial bagi berbagai kelompok
pekerja. Walaupun program-program jaminan sosial yang tengah berlangsung
saat ini diatur dalam peraturan perundangan yang berlainan, keempat Persero
mengemban misi yang sama, yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial untuk
menggairahkan semangat kerja para pekerja.
Program
JAMSOSTEK diselenggarakan dengan pertimbangan selain untuk memberikan
ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai dampak positif terhadap
usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga
kerja. Program JAMSOSTEK diselenggarakan untuk memberikan
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan
keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
Begitu
pula dengan Program ASKES dan Program TASPEN, penyelenggaraan kedua program
jaminan sosial bagi pegawai negeri sipil adalah insentif yang bertujuan untuk
meningkatkan kegairahan bekerja. Program ASABRI adalah bagian dari
hak prajurit dan anggota POLRI atas penghasilan yang layak.
Sebaliknya
di era SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merepresentasikan Negara
dalam mewujudkan hak konstitusional warga Negara atas jaminan sosial dan hak
atas pengidupan yang layak. Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis
kepada hak konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tanggung jawab Negara
sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H ayat
(3) dan Pasal 34 ayat (2). Penyelenggaraan sistem jaminan sosial
berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan martabat
manusia. BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk terpenuhinya
kehidupan dasar warga Negara dengan layak. Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar
hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi
terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Transformasi
BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk memenuhi prinsip dana amanat dan
prinsip nir laba SJSN, di mana dana yang dikumpulkan oleh BPJS adalah dana
amanat peserta yang dikelola oleh BPJS untuk memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi peserta.
Penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan tidak sesuai dengan filosofi
penyelenggaraan program jaminan sosial pasca amandemen UUD NRI 1945.
Pendirian BUMN Persero antara lain bertujuan untuk memberikan sumbangan
pada perekonomian nasional dan pendapatan negara serta untuk mengejar
keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan pendirian BUMN jelas
bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional
sebagaiman diuraikan di atas.
b.
Perubahan
Badan Hukum
Keempat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial –
PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, adalah empat badan privat yang
terdiri dari persekutuan modal dan bertanggung jawab kepada pemegang
saham. Keempatnya bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh
dan sesuai dengan keputusan pemilik saham yang tergabung dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan
oleh penguasa Negara dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh
perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, didaftarkan pada notaris dan
diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menteri mendirikan persero
setelah berkonsultasi dengan Presiden dan setelah dikaji oleh Menteri Teknis
dan Menteri Keuangan.
Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa Negara dengan
Undang-undang, yaitu UU SJSN dan UU BPJS. Pendirian BPJS tidak
didaftarkan pada notaris dan tidak perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah.
RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi
dalam Persero dan memegang wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau
Komisaris. Transformasi kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan badan
penyelenggara jaminan sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada
kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan badan hukum publik
sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan.
Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan
penyelenggara. Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham
tidak dikenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS.
Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan
Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS, sedangkan
Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS.
Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan
Dewan Pengawas BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh Presiden.
Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh Presiden dan DPR. Presiden
memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pemerintah, sedangkan DPR memilih
anggota Dewan Pengawas dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja dan unsur tokoh
masyarakat.
Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut
tidak memiliki kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan
penyelenggara jaminan sosial. Hambatan utama yang dialami oleh keempat
BUMN Persero adalah ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena ketiadaan
kewenangan untuk mengatur, mengawasi maupun menjatuhkan sanksi kepada
peserta. Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan
dan kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat
peraturan-peraturan yang mengikat publik.
Sebagai badan hukum publik, BPJS wajib menyampaikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang
diwakili oleh Presiden. BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh
akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN, paling lambat
30 Juni tahun berikutnya.
Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi
badan penyelenggara jaminan sosial adalah perubahan budaya organisasi.
Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan
jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan penyelenggara. Pasal
40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan
Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial
bukan merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana
Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang tidak merupakan
aset BPJS.
Karakteristik BPJS sebagai badan
hukum publik
BPJS
merupakan badan hukum publik karena memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
D. PROSES TRANSFORMASI
UU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan
PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran BUMN
Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK
(Persero). Pembubaran kedua Persero tersebut tidak perlu diikuti dengan
likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
a.
Transformasi
PT ASKES (Persero) Menjadi BPJS Kesehatan
Masa
persiapan transformasi PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan adalah selama
dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember
2013. Dalam masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes
(Persero) ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta
menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT
Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan.
Penyiapan operasional BPJS Kesehatan
mencakup:
1) Penyusunan sistem dan prosedur
operasional BPJS Kesehatan
2) Sosialisasi kepada seluruh pemangku
kepentingan
3) Penentuan program jaminan kesehatan
yang sesuai dengan UU SJSN.
4) Koordinasi dengan Kementerian
Kesehatan untuk mengalihkan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas)
5) Kordinasi dengan KemHan, TNI dan
POLRI untuk mengalihkan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi
anggota TNI/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan,TNI/POLRI.
6) Koordinasi dengan PT Jamsostek
(Persero) untuk mengalihkan penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan
kesehatan Jamsostek.
Pada saat
BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014, PT Askes (Persero)
dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Semua asset dan liabilitas serta hak
dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak
dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua pegawai PT Askes (Persero)
menjadi pegawai BPJS Kesehatan.
Pada saat
yang sama, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup
PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit kantor akuntan publik. Menteri
Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kes dan laporan
keuangan pembuka dana jaminan kesehatan. Untuk pertama kali, Dewan
Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan
Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS
Kesehatan mulai beroperasi.
Mulai 1
Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah
diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS Kesehatan. Kementerian
kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas. Kementerian
Pertahanan, TNI dan POLRI tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan
bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan
kegiatan operasionalnya yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. PT
Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan
pekerja.
b. Transformasi PT JAMSOSTEK (Persero)
Menjadi BPJS Ketenagakerjaan
Berbeda dengan transformasi PT ASKES
(Persero), transformasi PT Jamsostek dilakukan dalam dua tahap.
1) Tahap pertama adalah masa peralihan
PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun,
mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama
diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014.
2) Tahap kedua, adalah tahap penyiapan
operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai
dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya
hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan
untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN
selambatnya pada 1 Juli 2015.
Selama masa persiapan, Dewan
Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) ditugasi untuk menyiapkan:
1) Pengalihan program jaminan kesehatan
Jamsostek kepada BPJS Kesehatan
2) Pengalihan asset dan liabilitas,
serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek
(Persero) ke BPJS Kesehatan.
3) Penyiapan beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan berupa pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan
kematian, serta sosialisasi program kepada publik.
4) Pengalihan asset dan liabilitas,
pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.
Seperti
halnya pembubaran PT ASKES (Persero), pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek
(Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek (Persero) berubah
menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995
tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Semua
asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero)
menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS
Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai
BPJS Ketenagakerjaan.
Pada saat
pembubaran, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan
penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan
publik. Menteri Keuangan mengesahkan posissi laporan keuangan pembukaan
BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan
ketenagakerjaan.
Sejak 1
Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan
melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh
PT Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari
tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru. Penyelenggaraan
ketiga program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada
ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang
Jamsostek.
Selambat-lambatnya
pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan ketentuan UU
SJSN. Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan
ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota
TNI dan POLRI.
Untuk
pertama kali, Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek
(Persero) menjadi aggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS
Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS
Ketenagakerjaan mulai beroperasi. Ketentuan ini berpotensi menimbulkan
kekosongan pimpinan dan pengawas BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi, mulai
saat pembubaran PT JAMSOSTEK pada 1 Januari 2014 hingga beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.
c. Transformasi PT ASABRI (Persero) dan
PT TASPEN (Persero) Menjadi BPJS Ketenagakerjaan
UU BPJS
tidak membubarkan PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero), juga tidak
mengalihkan kedua Persero tersebut menjadi BPJS. UU BPJS tidak mengatur
pembubaran badan, pengalihan asset dan liabilitas, pengalihan pegawai serta hak
dan kewajiban PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).
UU BPJS
hanya mengalihkan fungsi kedua Persero, yaitu penyelenggaraan program
perlindungan hari tua dan pembayaran pensiun yang diselenggarakan oleh keduanya
ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada tahun 2029. UU BPJS
mendelegasikan pengaturan tatacara pengalihan program yang diselenggarkan oleh
keduanya ke Peraturan Pemerintah.
E.
KEPESERTAAN
Terhitung sekitar 116.122.065 jiwa
penduduk otomatis menjadi BPJS, namun Pemerintah menargetkan 140 juta peserta pada tahap
awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional kesehatan beroperasi, antara
lain untuk 86,4 juta jiwa untuk peserta Jamkesmas, 11 juta jiwa untuk peserta
Jamkesda, 16 juta jiwa untuk peserta Askes, 7 juta jiwa untuk peserta Jamsostek
dan 1,2 juta jiwa untuk peserta dari unsure Polri dan TNI. Sedangkan untuk
penjaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia ditargetkan rampung pada 1
Januari 2019.
Peserta Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Nasional terbagi menjadi dua, yaitu kelompok peserta baru dan pengalihan
dari program terdahulu, yaitu Asuransi Kesehatan, Jaminan Kesehatan Masyarakat,
Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kepesertaan
BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu peserta Penerima Bantuan
Iuran (PBI) dan peserta Bukan PBI.
Peserta PBI adalah orang yang
tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang preminya akan dibayar oleh
pemerintah. Sedangkan yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah
(pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah
non-pegawai negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan
pekerja (investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak
veteran).
Dua kelompok selain kelompok
pengalihan dan PBI memiliki prosedur pendaftaran masing-masing. Berikut tata
cara pendaftaran pekerja penerima upah non-pegawai pemerintah:
- Perusahaan mendaftar ke BPJS Kesehatan.
- BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan memberikan informasi tentangvirtual account untuk perusahaan (di mana satu virtual account berlaku untuk satu perusahaan).
- Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.
- Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan.
- BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada perusahaan.
Berikut tata cara pendataran pekerja bukan penerima upah dan
bukan pekerja:
- Calon peserta melakukan pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan mengisi formulir daftar isian peserta dan menunjukkan kartu identitas (KTP, SIM, KK atau paspor).
- BPJS Kesehatan memberikan informasi tentang virtual account calon peserta. Virtual accountberlaku untuk masing-masing individu calon peserta. Kemudian calon peserta melakukan pembayaran ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.
- Peserta melakukan konfirmasi pembayaran iuran pertama ke BPJS Kesehatan.
- BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada peserta.
Peserta pengalihan program terdahulu juga akan mendapatkan
kartu BPJS Kesehatan. Namun, bila peserta tidak membawa kartu BPJS ketika
berobat, maka bisa menggunakan kartu yang lama,. Rinciannya, anggota TNI/POLRI
dapat memperlihatkan Kartu Tanda Anggota atau Nomor Register Pokok dan mantan
peserta Jamsostek bisa menggunakan kartu JPK Jamsostek. Begitu juga dengan
mantan peserta Askes dan Jamkesmas, sepanjang data peserta tersebut terdaftar
di master file kepesertaan BPJS Kesehatan.
Semua warga yang mendapat jaminan kesehatan BPJS terbagi ke
dalam dua kelompok seperti yang telah dibahas di atas, yaitu:
1.
PBI Jaminan Kesehatan
Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan kepada fakir
miskin dan orang cacat total sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN yang
iurannya dibayar oleh pemerintah.
Berikut
ini beberapa criteria peserta PBI Jaminan Kesehatan dari pemerintah menurut
BPS:
a) Luas lantai bangunan tempat tinggal
kurang dari 8 m2 per orang
b) Jenis lantai bangunan tempat tinggal
terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
c) Jenis dinding tempat tinggal terbuat
dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
d) Tidak memiliki fasilitas buang air
besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
e) Sumber penerangan rumah tangga tidak
menggunakan listrik.
f) Sumber air minum berasal dari
sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
g) Bahan bakar untuk memasak
sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
h) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam
satu kali dalam seminggu.
i)
Hanya
membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
j)
Hanya
sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
k) Tidak sanggup membayar biaya
pengobatan di puskesmas/poliklinik.
l)
Sumber
penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0, 5 ha. Buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.
m) Pendidikan tertinggi kepala kepala
rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
n) Tidak memiliki tabungan/barang yang
mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non
kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
2.
Bukan PBI Jaminan Kesehatan
Peserta
Bukan PBI Kesehatan terdiri atas:
a) Pekerja penerima upah beserta
anggota keluarganya.
Pekerja
penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan
menerima upah atau gaji.
Ø PNS
Ø Anggota POLRI dan TNI
Ø Pegawai swasta
Ø Pegawai pemerintan non-pegawai
negeri
b) Pekerja bukan penerima upah beserta
anggota keluarganya.
Pekerja
bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atas resiko sendiri.
Ø Pekerja diluar hubungan kerja atau
outsourcing
c) Bukan pekerja beserta anggota
keluarganya.
Bukan
pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja namun mampu membayar iuran
jaminan kesehatan. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meliputi:
Ø Investor
Ø Pensiunan
Ø Pengusaha
Sementara itu, jumlah peserta
anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima)
orang. Peserta atau anggota keluarga yang dimaksudkan di atas meliputi:
1) Suami atau istri sah,
2) Anak kandung atau anak tiri atau
anak angkat yang memenuhi kriteria berupa:
a) Belum menikah
b) Tidak memiliki penghasilan sendiri
c) Belum berusia 21 tahun atau belum
berusia 25 tahun yang masih dalam pendidikan formal
F.
JALUR
PENDAFTARAN
Setelah konfirmasi pembayaran, perusahaan akan mendapatkan
kartu BPJS Kesehatan untuk karyawannya. Sedangkan bagi pekerja bukan penerima
upah dan bukan pekerja (wiraswasta, investor, petani, nelayan, pedagang
keliling, dan lainnya) mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan dengan tata cara
mengisi formulir daftar isian peserta dengan menunjukkan salah satu kartu
identitas, seperti KTP, SIM, KK, atau paspor.
Saat ini PT Askes (Persero) memiliki 105 kantor operasional
kabupaten yang tersebar di 12 divisi regional. Masyarakat juga bisa menghubungi
call center di 500400 bila kebingungan terkait mekanisme pendaftaran atau
penggunaan JKN 2014. Bagi pengguna akses internet dan mobile bisa mengakses
informasi di www.bpjs-kesehatan.go.id. Masyarakat juga bisa mendatangi BPJS
Center atau posko BPJS 24 jam, yang tersedia di kantor perwakilan dan divisi
regional.
Berikut tempat pendaftaran kepesertaan BPJS tingkat pusat dan
Prop. Sulawesi Selatan:
KANTOR
PUSAT
JL.
Let.Jend. Suprapto
Cempaka
Putih Kotak Pos 1391/JKT
Telp:
4212938
Fax.
4212940
MAKASSAR
Jl. Andi
Pangerang Pettarani No. 78 (Lt. 1)
Kotak Pos
1315 – Makassar 90013
Telp:
(0411) 456057, 432804
Fax:
(0411) 432804
Hotline
Service: 0812 4115 771
G.
IURAN
Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan
secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program
jaminan kesehatan.
Terkait dengan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional
yang akan berlaku per 1 Januari 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 27
Desember 2013 lalu telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan. Perpres ini menekankan:
a. Iuran
Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh pemerintah,
b. Iuran
Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dibayar
oleh pemerintah daerah sebesar Rp 19.225,
c. Iuran
Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah
Ø terdiri
atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah
Non Pegawai Negeri dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja sebesar 5 persen dari
Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja,
dan 2 persen dibayar oleh peserta, sedangkan
Ø bukan
pegawai pemerintah adalah 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan
ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh
peserta.
d. Iuran
Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
dibayar oleh peserta yang bersangkutan terdiri atas Rp 25.500 per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di Kelas III, Rp 42.5000 untuk ruang perawatan
Kelas II dan Rp 59.500 untuk ruang perawatan Kelas I.
Pemberi pekerja wajib membayar lunas iuran jaminan kesehatan
seluruh peserta yang menjadi tanggungjawabnya pada setiap bulan yang dibayarkan
paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Namun apabila
terlambat membayar iuran tersebut maka akan dikenakan sanksi adminitratif
sebesar 2% perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu
3 (tiga) bulan.
Besaran Iuran Jaminan Kesehatan ditinjau paling lama 2 (dua)
tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden sesuai dengan pasal 16I
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013.
H.
MANFAAT
Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat
pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana yang dimaksudkan di
atas terdiri dari manfaat medis yang tidak terikat pada besaran iuran dan
manfaat non-medis yang meliputi manfaat okomodasi (dibedakan berdasarkan skala
besaran iuran) dan ambulans (diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas
kesehatan dengan tertentu)
Mengingat setandar kesehatan akan membaik jika dilakukan dengan cara
pencegahan maka manfaat BPJS dari segi Promosi dan Preventif akan memberikan
pelayanan yang meliputi:
1. Penyuluhan
kesehatan perorangan
Penyuluhan
kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolahan
faktor resiko penyakit dan PHBS.
2. Imunisasi
dasar
Pelayanani
imunisasi dasar meliputi:
a) Vaksin
Baccile Calmett Guerin (BCG)
b) Vaksin
Difteri Pertusis Tetanus (DPT)
c) Vaksin Hepatitis-B
d) Vaksin
Polio, dan
e) Vaksin
Campak
3. Keluarga
Berencana (KB)
Pelayanan
KB yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi
dimana BPJS akan bekerjasama dengan lembaga terkait.
4. Skrining
kesehatan
Pelayanan
skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi
resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari resiko penyakit tertentu.
I.
PELAYANAN
KESEHATAN YANG DIJAMIN
1. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan kesehatan non-spesifikasi:
a) Administrasi
pelayanan
b) Pelayanan
promitif dan preventif
c) Pemeriksaan,
pengobatan dan konsultasi medis
d) Tindakan
medis non-spesialistik baik operatif manupun non-operatif
e) Transfusi
darah
f) Pemeriksaan
penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan
g) Rawat inap
tingkat pertama sesuai indikasi
2. Pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjut yaitu pelayanan kesehatan yang mencakup:
Program jaminan pemelihara kesehatan memberikan manfaat
paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap
jenjang Program Pelayanan Kesehatan dengan rincian cakupan pelayanan sebagai
berikut:
a.
Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau
Dokter praktek solo
b.
Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan) adalah pemeriksaan
dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari
dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis
c.
Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit
d.
Pelayanan Persalinan adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga
kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program jaminan pemelihara
kesehatan maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).
e.
Pelayanan Khusus adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan
untuk mengembalikan fungsi tubuh
f.
Emergensi merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan
segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.
J.
PELAYANAN
KESEHATAN YANG TIDAK DIJAMIN
- Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
- Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (kecuali untu kasus gawat darurat).
- Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja.
- Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.
- Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
- Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau kosmetik.
- Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan).
- Pelayanan ortodonsi (meratakan gigi).
- Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat terlarang dan/atau alkohol.
- Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang berbahaya.
- Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional.
- Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimentasi.
- Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu.
- Perbekalan kesehatan rumah tangga.
- Pelayanan kesehatan akibat bencana dan wabah.
K.
FASILITAS
KESEHATAN
Fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan
untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah dan/atau masyarakat.
Pertama kali setiap peserta terdaftar pada satu fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan setelah mendapat
rekomendasi dinas kesehatan tingkat kabupaten atau kota setempat. Setelah
rekomendasi diterbitkan, maka dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan selanjutnya
peserta berhak memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diinginkan.
Namun jika peserta membutuhkan pelayanan tingkat lanjutan maka fasilitas
kesehatan tingkat pertama harus merujuk
ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan terdekat. Fasilitas kesehatan juga
wajib menjamin peserta yang dirawat inap mendapatkan obat dan bahan medis habis
pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis.
Peserta BPJS Kesehatan yang memerlukan pelayanan gawat
darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di semua fasilitas kesehatan baik
yang sudah bekerja sama atau belum dengan BPJS Kesehatan. Dan jika peserta
menerima pelayanan di fasilitas yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
maka harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang sudah bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya sudah teratasi dan dalam
kondisi siap dipindahkan.
L.
KOMPENSASI
Jika di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medis maka BPJS Kesehatan wajib memberikan
kompensasi. Kompensasi yang dimaksud berupa biaya transportasi bagi pasien,
seorang pendamping dari pihak keluarga dan tenaga kesehatan sesuai indikasi
medis.
Namun apabila peserta belum juga puas terhadap
pelayanan jaminan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka peserta dapat menyampaikan pengaduan
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan atau BPJS Kesehatan. Atau dapat
langsung datang ke posko BPJS di kota dan desa. Ada juga hotline servis BPJS di
nomor kontak 500-400.
M.
PELAYANAN
BPJS KESEHATAN SULAWESI SELATAN
Tepat 1 Januari 2014, sedikitnya 664.469 warga Kota Makassar
resmi mendapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dari jumlah itu, tercatat 310.339 jiwa warga kategori
kurang mampu. Mereka adalah warga yang selama ini berobat dengan kartu
Jamkesmas.
Di Makassar, klien Jamkesmas sekitar 22,95 persen dari total
penduduk 1.352.136. Sedangkan pemegang Askes Sosial 239.737 jiwa (17,73
persen), Jamsostek 71.506 jiwa (5.29 persen), serta Askes Komersil
TNI/Polri 42.887 jiwa (3,17 persen).
Namun, masih ada lebih separuh penduduk kota belum bisa
menikmati JKN melalui BPJS. Sebanyak 687.667 jiwa atau sekira 50,86 persen
warga Makassar yang selama ini menjadi pemegang kartu Jamkesda, masih tetap
akan berobat menggunakan dana kesehatan gratis dari Pemprov Sulsel dan Pemkot
Makassar.
N.
KENDALI
MUTU DAN BIAYA
Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan
mutu pelayanan yang berorientasi kepada aspek keamanan pasien, efektivitas
tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efesiensi biaya.
Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan
secara menyeluruh yang meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan,
memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan
serta pemantauan terhadap iuran kesehatan peserta.
Dan dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya maka Menteri Kesehatan
bertanggungjawab untuk melakukan penilaian teknologi kesehatan (Health
Technology Assessment), pertimbangan klinis (Clinical Advisory) dan manfaat
jaminan kesehatan, perhitungan standar tarif, monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan.